BAB I
PENDAHULUAN
- Lata Belakang
Seperti layaknya
sebuah pembelajaran bimbingan dan konseling juga membutuhkan apa yang dinamakan
setrategi dalam pelaksanaanya. Dalam hal untuk mengetahui strategi apa yang
tepat untuk digunakan kepada seorang yang hendak dibimbing (konseli) itulah
seorang yang hendak membimbing (konselor) membutuhkan kode etik untuk
menjalankan profesinya tersebut.
Dalam masalah
bimbingan dan konseling kode etik sangat dibutuhkan. kode etik dibutuhkan
ketika seseorang (konselor) hendak membimbing seorang atau individu (konseli)
kearah pengembangan pribadinya. peran kode etik yaitu sebagai acuan dan
tuntunan dalam memberikan masukan-masukan kepada konseli agar masukan yang
diberikan oleh konselor tidak menyelewwng atau keluar dari aturan-aturan,
norma-norma yang berlaku dimasyarakat maupun di kalangan konselor sendiri.
- Rumusan Masalah
1.
Jelaskan kode etik
bimbingan dan konseling ?
2.
Jelaskan pengertian program bimbingan ?
3.
Sebutkan dan jelaskan langkah-langkah penyusun
program bimbingan ?
4.
Sebutkan dan jelaskan variasi program bimbingan
menurut jenjang pendidikan ?
- Tujuan Makalah
Makalah
ini dibuat bertujuan untuk mengetahui :
1.
Kode etik bimbingan
dan konseling
2.
Pengertian program bimbingan .
3.
Langkah-langkah penyusun program bimbingan.
4.
Variasi program bimbingan menurut jenjang
pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
- Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Kode etik jabatan ialah pola ketentuan/ aturan/
tata cata yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu
profesi ‘ Winkel (1992)’
Rumusan kode etik bimbingan dan konseling yang
dikemukakan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia yang dikutip oleh Syahril
dan Riska Ahmad (1982), yaitu :
a.
Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi,
integritas,dan keyakinan klien.
b.
Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien
diatas kepentingan pribadi pembimbing/konselor sendiri.
c.
Pembimbing/konselor tidak membedakan klien atas
dasar suku bangsa, warna kulit, kepercayaan atau status social ekonomi.
d.
Pembimbing/konselor dapat menguasai dirinya
dalam arti kata berusaha untuk mengerti kekurangan-kekurangannya dan
prasangka-prasangka yang ada pada dirinya yang dapat mengakibatkan rendahnya
mutu layanan yang akan diberikan serta merugikan klien.
e.
Pembimbing/konselor mempunyai serta memperlihatkan
sifat-sifat rendah hati, sederhana, sabar, tertib, percaya pada paham hidup
sehat.
f.
Pembimbing/konselor terbuka terhadap saran atau
pendapat yang diberikan kepadanya, dalam hubungannya dengan ketentuan-ketentuan
tingkah laku professional sebagaimana dikemukakan dalam kode etik bimbingan dan
konselor.
g.
Pembimbing/konselor memiliki sifat tanggung jawab,
baik terhadap lembaga dan orang-orang yang dilayani maupun terhadap profesinya.
h.
Pembimbing/konselor mengusahakan mutu kerjanya
setinggi mungkin. Dalam hal ini dia perlu menguasai keterampilan dan
menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas
dasar ilmiah.
i.
Pembimbing/konselor menguasai pengetahuan dasar
yang memadrai tentang hakikat dan tingkah laku orang, serta tentang teknik dan
prosedur layanan bimbingan guna memberikan layanan dengan sebaik-baiknya.
j.
Seluruh catatan tentang diri klien informasi yang
bersifat rahasia, dan pembimbing menjaga kerahasianan ini. Data ini hanya dapat
disampaikan kepada yang berwenang menafsirkan dan mengunakannya, dan hanya
dapat diberikan atas dasar persetujuan klian
k.
Sesuatu tes
hanaya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang mengunakan menafsirkan
hasilnya
l.
Testing psikologi baru boleh diberikan dalam
penanganan kasus dan keperluan lainyang
membutuhkan data tentang sifat atauu diri kepribadian serta taraf inteligensi,
minat, bakat dan kecenderungan dalam diri pribadi diri seseorang
m. Data hasil tes psikologi harus di intergransikan dalam informasi lainnya
dari diperoleh sumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan informasi
lainnya itu
n.
Konselor memberikan orientasi yang dapat tepat
kepada kien mengenai alas an digunakannya tes psiologi dan hubungannya dengan
masalah yang dihadapi klien.
o.
Hasil tes psikologi diberitahukan kepada klien
dengan disertai dengan alasan-alasan tentang kegiatannya dan hasil tersebut
dapat diberitahukan pada pihak lain, sejauh pihak yang diberitahu itu ada
hubungannya dengan usaha bantuan pada klien dan tidak merugikan klien sendiri.
- Program Bimbingan di Sekolah
Menurut Winkel (1991) program bimbingan merupakan
suatu rangkaian kegiatan terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama
periode waktu tertentu.
- Pengertian Program Bimbingan
Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh
Gipson dan Mitchell (1981) program bimbingan dan konseling adalah suatu program
yang memberikan layanan khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu dalam
mengadakan penyesuaian diri. Program bimbingan itu menyangkut dua factor : (1)
Faktor pelaksana atau orang yang akan memberikan bimbingan dan (2)
Faktor-faktor yang berkaitan dengan perlengkapan, metode,bentuk layanan
siswa-siswa, dan sebagainya, yang mempunyai kaitan denan kegiatan bimbingan
(Abu Ahmadi, 1997).
Program bimbingan memberikan arah yang jelas dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan efisien dan efektif.
Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985)
menyatakan bahwa program bimbingan yang disusun dengan baik dan rinci akan
memberikan banyak keuntungan, seperti :
- Memungkinkan para petugas menghemat waktu, usaha, biaya dengan menghindari kesalahan-kesalahan, dan usaha coba-coba yang tidak menguntungkan.
- Memungkinkan siswauntuk mendapatkan layanan bimbingan secara seimbang dan menyeluruh, baik dalam hal kesempatan, ataupun dalam jenis layanan bimbingan yang diperlukan.
- Memungkinkan setiap petugas mengetahui dan memahami peranannya masing-masing dan mengetahui dan memahami peranannya masing-masing dan mengetahui bagaimana dan dimana mereka harus melakukan upaya secara tetap; dan
- Memungkinkan para petugas untuk menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk kemajuannya sendiri dan untuk kepentingan siswa yang dibimbingnya.
- Langkah-Langkah Penyusunan Program Bimbingan
Dalam penyusunan program bimbingan perlu ditempuh
langkah-langkah seperti dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman
Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) seperti berikut :
a)
Tetap persiapan. Langkah ini dilakukan melalui
survei untuk menginventariskan tujuan, kebutuhan dan kemampuan sekolah, serta
kesiapan sekolah yang bersangkutan untuk melaksanakan program bimbingan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan langkah awal pelaksanaan program.
b)
Pertemuan-pertemuan memulaan dengan para konselor
yang telah ditujukan oleh pemimpin sekolah. Tujuan penemuan ini untuk
menyamakan pemikiran tentang perlunya program bimbingan, serta merumuskan arah
program yang akan disusun.
c)
Pembentukan panitia sementara untuk merumuskan
program bimbingan. Panitia ini bertugas merumuskan tujuan program bimbingan
yang akan disusun, mempersiapkan bagan organisasi dari program tersebut, dan
membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang akan disusun.
d)
Pembentukan panitia penyelenggara program, panitia
ini bertugas mempersiapkan program tes, mempersiapkan dan melaksanakan system
pencatatan, dan melatih para pelaksanaan kegiatan tersebut.
Langkah-langkah penyusunan program bimbingan yang
urutannya cukup sederhana yaitu :
a)
Mengidentifikasi, kebutuhan-kebutuhan sekolah
terutama yang ada kegiatannya dengan kegiatan bimbingan. Pada kegiatan ini
dapat dilakukan pertemuan-pertemuan personel sekolah lainnya guna mendapatkan
masukan (input) mengenai berbagai hal yang perlu ditangani oleh konselor.
b)
Setelah data terkumpul perlu dilakukan penentuan
urutan prioritas kegiatan yang akan dilakukan, dan sekaligus menyusun konsep
program bimbingan yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Dalam
kegiatan inin juga ditentukan personalia yang akan melaksanakan program
kegiatan itu serta sasaran dari program tersebut.
c)
Konsep program bimbingan dibahas bersama kepada
sekolah bila perlu dengan mengundang personel sekolah untuk memperoleh balikan
guna penyempurnakan program tersebut.
d)
Penyempurna
konsep program yang telah dibahas bersama kepala sekolah.
e)
Pelaksanaan program yang telah direncanakan.
f)
Setelah program dilaksanakan, perlu diadakan
evaluasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bilamana ada bagian-bagian yang
tidak terlaksana dan seterusnya dicari faktor penyebabnya.
g)
Dari hasil evaluasi program tersebut kemudian dilakukan
penyempurnaan (revisi) untuk program berikutnya.
Demikian seterusnya, sehingga terwujudlah program
bimbingan yang lebih sempurna. Terciptanya program bimbingan yang baik telah
merupakan sebagian dari keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling itu
sendiri.
- Variasi Program Bimbingan Menurutjenjang Pendidikan
Variasi program bimbingan menurut jenjang
pendidikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah seharusnya dilaksanakan secara
terus-menurus, mulai dari jenjang pendidikan terendah (taman kanak-kanak)
sampai jenjang pendidikan tertinggi (perguruan tinggi). Secara ideal kegiatan
tersebut seharusnya berkesinambungan. Meskipun demikian layanan bimbingan
tersebut mempunyai penekanan-penekanan yang berbeda-beda untuk setiap jenjang
pendidikan. Hal ini mengingat kebutuhan dan perkembangan anak untuk setiap
jenjang pendidikan juga berbeda. Winkel (1991) memberikan rambu-rambu yang
perlu diperhatikan dalam menyusun program bimbingan di tingkat pendidikan
tertentu :
a)
Menyusun tujuan jenjeng pendidikan tertentu,
seperti yang telah dirumuskan. Tujuan pendidikan di sekolah dasar, jenis
berbeda dengan tujuan pendidikan di sekolah menengah pertama dan seterusnya.
b)
Menyusun tugas-tugas perkembangan
kebutuhan-kebutuhan peserta didik pada tahap perkembangan tertentu.
c)
Menyusun pola dasar yang dipedomanai dalam
memberikan layanan.
d)
Menentukan komponen-komponen bimbingan yang
diprioritaskan.
e)
Menentukan bentuk bimbingan yang sebaiknya
diutamankan, seperti bimbingan kelompok atau bimbingan individual bimbingan
pribadi, bimbingan akademik atau bimbingan kerier, dan sebagainya.
f)
Menentukan temaga-tenaga bimbingan yang dapat
dimanfaatkan, misalnya konselor, guru atau tenaga ahli lainnya.
Berdasarkan rambu-rambu tersebut, program bimbingan
untuk masing-masing jenjang pendidikan dapat dirumuskan dengan tepat sesuai
dengan karakteristiknya. Selain itu, program bimbingan hendaknya disesuaikan
keadaan individu yang akan dilayani.
- Pendidikan Taman Kanak-Kanak
Taman kanak-kanak sebenarnya bentuk termasuk
jenjang pendidikan formal dan dikenal dengan pendidikan prasekolah. Pendidikan
formal terendah adalah sekolah dasar (SD). Meskipun demikian menurut Winkel
(1991) tenaga-tenaga pendidik di taman kanak-kanak juga dituntut member layanan
bimbingan.
- Program Bimbingan di Sekolah Dasar
Hingga saat ini pelayanan bimbingan di sekolah
dasar belum dapat terlaksana dengan baik sebagaimana di sekolah menengah. Dalam
kurung waktu yang relative tidak lama diharapkan pelaksanaan. Dalam bimbingan
di sekolah dasar dapat terwujud, mengingat makin hari, makin bertambah jumlah
anak-anak usia sekolah dasar yang memerlukan konsultan karena mengalami
berbagai macam masalah.
Berdasarkan dengan penyusunan program bimbingan di
sekolah dasar, Gibson dan Metchell (1981) mengemukakan beberapa factor yang
harus di pertimbangkan, seperti :
a)
Kegiatan bimbingan di SD hendaknya lebih menekankan
pada aktivitas-aktivitas belajar.
b)
Di SD masih menggunakan system guru kelas sehingga
seandainya ada anak yang tidk disenangi oleh guru, maka anak lebih fatal akibatnya.
c)
Adanya kecenderungan seorang anak bergantung kepada
teman sebayanya.
d)
Minat orang tua dominan mempengaruhi nilai
kehidupan anak
e)
Masalah-masalah yang timbul di tingkat SD, tidak
kompleks.
- Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Suasana belajaar di SLTP berbeda dengan kegiatan di
sekolah dasar, terutama dalam system belajarnya. Belajar di sekolah dasar
umumnya diasuh oleh guru kelas, sedangakan di SLTP diasuh oleh guru bidang
studi. Oleh karena itu, para siswa sekolah menengah dituntut untuk dapat menyesuaikan
diri dengan guru yang bervariasi. Siswa dituntut untuk lebih mandiri khususnya
dalam belajar.
Secara garis besar program bimbingan dan konseling
di SLTP hendaknya berorientasi kepada :
a)
Bimbingan belajar, karena cara belajar di SLTP
berbeda dengan di SD.
b)
Bimbingan tentang hubungan muda-mudi, karena pada
usia ini mereka mulai mengenal hubungan cinta kasih (Gibson dan Mitchell,
1981).
c)
Pada usia ini mereka mulai membentuk kelompok sebya
(peer group), maka program bimbingan hendaknya juga menangani masalah-masalah
yang berkaitan dengan hubungan social.
d)
Bimbingan yang berorientasi pada tugas-tugas
perkembangan anak usia 12-15 tahun.
e)
Bimbingan karier baik yang menyangkut pemahaman
temtang dunia pendidikan ataupun pekerjaan.
- Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
Program layanan bimbingan di SLTA hendaknya lebih
lengkap dan luas cakupannya dibandingkan dengan program layanan di jenjang
pendidikan di bawahnya. Pada jenjang pendidikan SLTP para siswa berada dalam
masa remaja. Usia mereka berada pada masa transisi. Kehidupan kanak-kanaknya
sudah ditinggalkan, namun kehidupan sebagai orang dewasa belum nampak. Dengan
demikian, mereka berada di daerah marginal yaitu daerah kelabu. Akibatnya
mereka kehilangan identitasnya, dan berusaha mencari identitas kembali dengan
berbagai cara dan gayanya. Kadang-kadang pola berpikir, berperasaan, dan
perilakunya menyimpang dari pola kehidupan anak-anak ataupun orang dewasa.
Disamping itu, mereka juga dituntut untuk mencapai
tugas-tugas perkembangan yang dituntut dari mereka. Cole (1959) mengemukakan
beberapa tugas-tugas perkembangan pada usia remaja (siswa SLTP) yaitu bertujuan
untuk mencapai :
1.
Kematangan emosional
2.
Kemantapan minat terhadap lawan jenis
3.
Kematangan social
4.
Kebebasan diri dari kontrol orang tua
5.
Kematangan intelektual
6.
Kematangan dalam pemilihan pekerjaan
7.
Efisien penggunakaan waktu luang
8.
Kematangan dalam memahami filsafat hidup, dan
9.
Kematangan dalam kemampuan mengidentifikasi diri
Dengan demikian, program bimbingan dan konseling di
SLTP hendaknya dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang di hadapi siswa,
sehingga mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangan tersebut. Oleh sebab
itu, program bimbingan di SLTP hendaknya berorientasi kepada :
a.
Hubungan muda-mudi/hubungan social
b.
Pemberian informasi pendidikan dan jabatan
c.
Bimbingan cara belajar
- Program Bimbingan di Perguruan Tinggi
Tugas-tugas perkembangan pada usia dewasa menuntut
seseorang untuk lebih mandiri, dan berdisiplin diri (self dicpline). Mereka
dituntut untuk mampu mengembangkan sikap membina ilmu demi kemajuan bangsanya
(Winke, 1981). Mereka hendaknya mampu mengembangkan kepribadiannya sesuai
dengan potensi-potensi yang dimiliki dan mampu merencanakan masa depan sesuai
dengan keadaan dirinya.
Oleh sebab itu, arahprogram bimbingan di perguruan
tinggi agak berbeda dengan program dengan program yang ada di lembaga
pendidikan yang lebih rendah (sekolah). Hal ini disebabkan karena adanya
hal-hal yang speifik dalam perkembangan diri mahasiswa. Pola berfikirnya sudah
lebih matang dan mereka berusaha mencurahkan segla tenaga dan pikirannya untuk
memecahkan berbagai masalah (ekonomi), pekerjaan tuntutan akademik, masalah
perkawinan.
Disamping itu, mahasiswa juga dituntut untuk
menyesuaikan diri dengan pola kehidupan kampus dan di luar kampus. Pola
kehidupan kampus lebih menekankan kepada asperk akademik, seperti cara belajar
mandiri, cara mengatur waktu, menimbulkan motifasi belajar, memiliki program
studi dan menjalani hubungan social. Masalah-masalah di luar kampus yang
mungkin timbul adalah masalah biaya pendidikan, fasilitas belajar, tempat
tinggal, makanan yang bergizi, dan sebagainya (Winkel, 1991).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
ü Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell (1981)
program bimbingan dan konseling adalah suatu program yang memberikan layanan
khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu dalam mengadakan penyesuaian
diri.
ü Menurut ‘ Winkel (1992)’ Kode etik jabatan ialah pola ketentuan/ aturan/
tata cata yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu
profesi.
ü Dalam penyusunan program bimbingan perlu ditempuh langkah-langkah
seperti dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh.
Surya (1985) seperti berikut : (a) Tetap persiapan, (b) Pertemuan-pertemuan
memulaan dengan para konselor yang telah ditujukan oleh pemimpin sekolah, (c)
Pembentukan panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan, (d)
Pembentukan panitia penyelenggara program, panitia ini bertugas mempersiapkan
program tes, mempersiapkan dan melaksanakan system pencatatan, dan melatih para
pelaksanaan kegiatan tersebut.
ü Cole (1959) mengemukakan beberapa tugas perkembangan pada usia remaja
(siswa SLTP) yaitu bertujuan untuk mencapai : (a) Kematangan emosional (b)
Kemantapan minat terhadap lawan jenis (c) Kematangan social (d) Kebebasan diri
dari kontrol orang tua (d) Kematangan intelektual (e) Kematangan dalam
pemilihan pekerjaan (f) Efisien penggunakaan waktu luang (g) Kematangan dalam
memahami filsafat hidup, dan (h) Kematangan dalam kemampuan mengidentifikasi
diri.
ü Variasi Program Bimbingan Menurutjenjang Pendidikan : (a) Pendidikan
Taman Kanak-Kanak, (b) Program Bimbingan di Sekolah Dasar, (c) Program
Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (d) Program Bimbingan di Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (e) Program Bimbingan di Perguruan Tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar