Sabtu, 10 Mei 2014

Kode Etik Bimbingan dan Konseling

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Lata Belakang
Seperti layaknya sebuah pembelajaran bimbingan dan konseling juga membutuhkan apa yang dinamakan setrategi dalam pelaksanaanya. Dalam hal untuk mengetahui strategi apa yang tepat untuk digunakan kepada seorang yang hendak dibimbing (konseli) itulah seorang yang hendak membimbing (konselor) membutuhkan kode etik untuk menjalankan profesinya tersebut.
Dalam masalah bimbingan dan konseling kode etik sangat dibutuhkan. kode etik dibutuhkan ketika seseorang (konselor) hendak membimbing seorang atau individu (konseli) kearah pengembangan pribadinya. peran kode etik yaitu sebagai acuan dan tuntunan dalam memberikan masukan-masukan kepada konseli agar masukan yang diberikan oleh konselor tidak menyelewwng atau keluar dari aturan-aturan, norma-norma yang berlaku dimasyarakat maupun di kalangan konselor sendiri.

  1. Rumusan Masalah
1.   Jelaskan kode etik bimbingan dan konseling ?
2.   Jelaskan pengertian program bimbingan ?
3.   Sebutkan dan jelaskan langkah-langkah penyusun program bimbingan ?
4.   Sebutkan dan jelaskan variasi program bimbingan menurut jenjang pendidikan ?
  1. Tujuan Makalah
     Makalah ini dibuat bertujuan untuk mengetahui :
1.   Kode etik bimbingan dan konseling
2.   Pengertian program bimbingan .
3.   Langkah-langkah penyusun program bimbingan.
4.   Variasi program bimbingan menurut jenjang pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN

  1. Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Kode etik jabatan ialah pola ketentuan/ aturan/ tata cata yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi ‘ Winkel (1992)’
Rumusan kode etik bimbingan dan konseling yang dikemukakan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia yang dikutip oleh Syahril dan Riska Ahmad (1982), yaitu :
a.    Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi, integritas,dan keyakinan klien.
b.   Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadi pembimbing/konselor sendiri.
c.    Pembimbing/konselor tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa, warna kulit, kepercayaan atau status social ekonomi.
d.    Pembimbing/konselor dapat menguasai dirinya dalam arti kata berusaha untuk mengerti kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka yang ada pada dirinya yang dapat mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan diberikan serta merugikan klien.
e.    Pembimbing/konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat rendah hati, sederhana, sabar, tertib, percaya pada paham hidup sehat.
f.     Pembimbing/konselor terbuka terhadap saran atau pendapat yang diberikan kepadanya, dalam hubungannya dengan ketentuan-ketentuan tingkah laku professional sebagaimana dikemukakan dalam kode etik bimbingan dan konselor.
g.    Pembimbing/konselor memiliki sifat tanggung jawab, baik terhadap lembaga dan orang-orang yang dilayani maupun terhadap profesinya.
h.   Pembimbing/konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin. Dalam hal ini dia perlu menguasai keterampilan dan menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar ilmiah.
i.     Pembimbing/konselor menguasai pengetahuan dasar yang memadrai tentang hakikat dan tingkah laku orang, serta tentang teknik dan prosedur layanan bimbingan guna memberikan layanan dengan sebaik-baiknya.
j.     Seluruh catatan tentang diri klien informasi yang bersifat rahasia, dan pembimbing menjaga kerahasianan ini. Data ini hanya dapat disampaikan kepada yang berwenang menafsirkan dan mengunakannya, dan hanya dapat diberikan atas dasar persetujuan klian
k.    Sesuatu tes hanaya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang mengunakan menafsirkan hasilnya
l.     Testing psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan  lainyang membutuhkan data tentang sifat atauu diri kepribadian serta taraf inteligensi, minat, bakat dan kecenderungan dalam diri pribadi diri seseorang
m.  Data hasil tes psikologi harus di intergransikan dalam informasi lainnya dari diperoleh sumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan informasi lainnya itu
n.   Konselor memberikan orientasi yang dapat tepat kepada kien mengenai alas an digunakannya tes psiologi dan hubungannya dengan masalah yang dihadapi klien.
o.    Hasil tes psikologi diberitahukan kepada klien dengan disertai dengan alasan-alasan tentang kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan pada pihak lain, sejauh pihak yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan pada klien dan tidak merugikan klien sendiri.

  1. Program Bimbingan di Sekolah
Menurut Winkel (1991) program bimbingan merupakan suatu rangkaian kegiatan terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu.

  1. Pengertian Program Bimbingan
Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell (1981) program bimbingan dan konseling adalah suatu program yang memberikan layanan khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu dalam mengadakan penyesuaian diri. Program bimbingan itu menyangkut dua factor : (1) Faktor pelaksana atau orang yang akan memberikan bimbingan dan (2) Faktor-faktor yang berkaitan dengan perlengkapan, metode,bentuk layanan siswa-siswa, dan sebagainya, yang mempunyai kaitan denan kegiatan bimbingan (Abu Ahmadi, 1997).
Program bimbingan memberikan arah yang jelas dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan efisien dan efektif.
Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) menyatakan bahwa program bimbingan yang disusun dengan baik dan rinci akan memberikan banyak keuntungan, seperti :
  1. Memungkinkan para petugas menghemat waktu, usaha, biaya dengan menghindari kesalahan-kesalahan, dan usaha coba-coba yang tidak menguntungkan.
  2. Memungkinkan siswauntuk mendapatkan layanan bimbingan secara seimbang dan menyeluruh, baik dalam hal kesempatan, ataupun dalam jenis layanan bimbingan yang diperlukan.
  3. Memungkinkan setiap petugas mengetahui dan memahami peranannya masing-masing dan mengetahui dan memahami peranannya masing-masing dan mengetahui bagaimana dan dimana mereka harus melakukan upaya secara tetap; dan
  4. Memungkinkan para petugas untuk menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk kemajuannya sendiri dan untuk kepentingan siswa yang dibimbingnya.

  1. Langkah-Langkah Penyusunan Program Bimbingan
Dalam penyusunan program bimbingan perlu ditempuh langkah-langkah seperti dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) seperti berikut :
a)    Tetap persiapan. Langkah ini dilakukan melalui survei untuk menginventariskan tujuan, kebutuhan dan kemampuan sekolah, serta kesiapan sekolah yang bersangkutan untuk melaksanakan program bimbingan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan langkah awal pelaksanaan program.
b)   Pertemuan-pertemuan memulaan dengan para konselor yang telah ditujukan oleh pemimpin sekolah. Tujuan penemuan ini untuk menyamakan pemikiran tentang perlunya program bimbingan, serta merumuskan arah program yang akan disusun.
c)    Pembentukan panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan. Panitia ini bertugas merumuskan tujuan program bimbingan yang akan disusun, mempersiapkan bagan organisasi dari program tersebut, dan membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang akan disusun.
d)   Pembentukan panitia penyelenggara program, panitia ini bertugas mempersiapkan program tes, mempersiapkan dan melaksanakan system pencatatan, dan melatih para pelaksanaan kegiatan tersebut.

Langkah-langkah penyusunan program bimbingan yang urutannya cukup sederhana yaitu :
a)    Mengidentifikasi, kebutuhan-kebutuhan sekolah terutama yang ada kegiatannya dengan kegiatan bimbingan. Pada kegiatan ini dapat dilakukan pertemuan-pertemuan personel sekolah lainnya guna mendapatkan masukan (input) mengenai berbagai hal yang perlu ditangani oleh konselor.
b)   Setelah data terkumpul perlu dilakukan penentuan urutan prioritas kegiatan yang akan dilakukan, dan sekaligus menyusun konsep program bimbingan yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Dalam kegiatan inin juga ditentukan personalia yang akan melaksanakan program kegiatan itu serta sasaran dari program tersebut.
c)    Konsep program bimbingan dibahas bersama kepada sekolah bila perlu dengan mengundang personel sekolah untuk memperoleh balikan guna penyempurnakan program tersebut.
d)    Penyempurna konsep program yang telah dibahas bersama kepala sekolah.
e)    Pelaksanaan program yang telah direncanakan.
f)     Setelah program dilaksanakan, perlu diadakan evaluasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bilamana ada bagian-bagian yang tidak terlaksana dan seterusnya dicari faktor penyebabnya.
g)    Dari hasil evaluasi program tersebut kemudian dilakukan penyempurnaan (revisi) untuk program berikutnya.
Demikian seterusnya, sehingga terwujudlah program bimbingan yang lebih sempurna. Terciptanya program bimbingan yang baik telah merupakan sebagian dari keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling itu sendiri.

  1. Variasi Program Bimbingan Menurutjenjang Pendidikan
Variasi program bimbingan menurut jenjang pendidikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah seharusnya dilaksanakan secara terus-menurus, mulai dari jenjang pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai jenjang pendidikan tertinggi (perguruan tinggi). Secara ideal kegiatan tersebut seharusnya berkesinambungan. Meskipun demikian layanan bimbingan tersebut mempunyai penekanan-penekanan yang berbeda-beda untuk setiap jenjang pendidikan. Hal ini mengingat kebutuhan dan perkembangan anak untuk setiap jenjang pendidikan juga berbeda. Winkel (1991) memberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program bimbingan di tingkat pendidikan tertentu :

a)    Menyusun tujuan jenjeng pendidikan tertentu, seperti yang telah dirumuskan. Tujuan pendidikan di sekolah dasar, jenis berbeda dengan tujuan pendidikan di sekolah menengah pertama dan seterusnya.
b)   Menyusun tugas-tugas perkembangan kebutuhan-kebutuhan peserta didik pada tahap perkembangan tertentu.
c)    Menyusun pola dasar yang dipedomanai dalam memberikan layanan.
d)   Menentukan komponen-komponen bimbingan yang diprioritaskan.
e)    Menentukan bentuk bimbingan yang sebaiknya diutamankan, seperti bimbingan kelompok atau bimbingan individual bimbingan pribadi, bimbingan akademik atau bimbingan kerier, dan sebagainya.
f)     Menentukan temaga-tenaga bimbingan yang dapat dimanfaatkan, misalnya konselor, guru atau tenaga ahli lainnya.

Berdasarkan rambu-rambu tersebut, program bimbingan untuk masing-masing jenjang pendidikan dapat dirumuskan dengan tepat sesuai dengan karakteristiknya. Selain itu, program bimbingan hendaknya disesuaikan keadaan individu yang akan dilayani.

  1. Pendidikan Taman Kanak-Kanak
Taman kanak-kanak sebenarnya bentuk termasuk jenjang pendidikan formal dan dikenal dengan pendidikan prasekolah. Pendidikan formal terendah adalah sekolah dasar (SD). Meskipun demikian menurut Winkel (1991) tenaga-tenaga pendidik di taman kanak-kanak juga dituntut member layanan bimbingan.

  1. Program Bimbingan di Sekolah Dasar
Hingga saat ini pelayanan bimbingan di sekolah dasar belum dapat terlaksana dengan baik sebagaimana di sekolah menengah. Dalam kurung waktu yang relative tidak lama diharapkan pelaksanaan. Dalam bimbingan di sekolah dasar dapat terwujud, mengingat makin hari, makin bertambah jumlah anak-anak usia sekolah dasar yang memerlukan konsultan karena mengalami berbagai macam masalah.
Berdasarkan dengan penyusunan program bimbingan di sekolah dasar, Gibson dan Metchell (1981) mengemukakan beberapa factor yang harus di pertimbangkan, seperti :
a)    Kegiatan bimbingan di SD hendaknya lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas belajar.
b)   Di SD masih menggunakan system guru kelas sehingga seandainya ada anak yang tidk disenangi oleh guru, maka anak lebih fatal akibatnya.
c)    Adanya kecenderungan seorang anak bergantung kepada teman sebayanya.
d)   Minat orang tua dominan mempengaruhi nilai kehidupan anak
e)    Masalah-masalah yang timbul di tingkat SD, tidak kompleks.

  1. Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Suasana belajaar di SLTP berbeda dengan kegiatan di sekolah dasar, terutama dalam system belajarnya. Belajar di sekolah dasar umumnya diasuh oleh guru kelas, sedangakan di SLTP diasuh oleh guru bidang studi. Oleh karena itu, para siswa sekolah menengah dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan guru yang bervariasi. Siswa dituntut untuk lebih mandiri khususnya dalam belajar.

Secara garis besar program bimbingan dan konseling di SLTP hendaknya berorientasi kepada :
a)    Bimbingan belajar, karena cara belajar di SLTP berbeda dengan di SD.
b)   Bimbingan tentang hubungan muda-mudi, karena pada usia ini mereka mulai mengenal hubungan cinta kasih (Gibson dan Mitchell, 1981).
c)    Pada usia ini mereka mulai membentuk kelompok sebya (peer group), maka program bimbingan hendaknya juga menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan social.
d)   Bimbingan yang berorientasi pada tugas-tugas perkembangan anak usia 12-15 tahun.
e)    Bimbingan karier baik yang menyangkut pemahaman temtang dunia pendidikan ataupun pekerjaan.

  1. Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
Program layanan bimbingan di SLTA hendaknya lebih lengkap dan luas cakupannya dibandingkan dengan program layanan di jenjang pendidikan di bawahnya. Pada jenjang pendidikan SLTP para siswa berada dalam masa remaja. Usia mereka berada pada masa transisi. Kehidupan kanak-kanaknya sudah ditinggalkan, namun kehidupan sebagai orang dewasa belum nampak. Dengan demikian, mereka berada di daerah marginal yaitu daerah kelabu. Akibatnya mereka kehilangan identitasnya, dan berusaha mencari identitas kembali dengan berbagai cara dan gayanya. Kadang-kadang pola berpikir, berperasaan, dan perilakunya menyimpang dari pola kehidupan anak-anak ataupun orang dewasa.



Disamping itu, mereka juga dituntut untuk mencapai tugas-tugas perkembangan yang dituntut dari mereka. Cole (1959) mengemukakan beberapa tugas-tugas perkembangan pada usia remaja (siswa SLTP) yaitu bertujuan untuk mencapai :
1.   Kematangan emosional
2.   Kemantapan minat terhadap lawan jenis
3.   Kematangan social
4.   Kebebasan diri dari kontrol orang tua
5.   Kematangan intelektual
6.   Kematangan dalam pemilihan pekerjaan
7.   Efisien penggunakaan waktu luang
8.   Kematangan dalam memahami filsafat hidup, dan
9.   Kematangan dalam kemampuan mengidentifikasi diri

Dengan demikian, program bimbingan dan konseling di SLTP hendaknya dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang di hadapi siswa, sehingga mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangan tersebut. Oleh sebab itu, program bimbingan di SLTP hendaknya berorientasi kepada :
a.    Hubungan muda-mudi/hubungan social
b.   Pemberian informasi pendidikan dan jabatan
c.    Bimbingan cara belajar

  1. Program Bimbingan di Perguruan Tinggi
Tugas-tugas perkembangan pada usia dewasa menuntut seseorang untuk lebih mandiri, dan berdisiplin diri (self dicpline). Mereka dituntut untuk mampu mengembangkan sikap membina ilmu demi kemajuan bangsanya (Winke, 1981). Mereka hendaknya mampu mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki dan mampu merencanakan masa depan sesuai dengan keadaan dirinya.
Oleh sebab itu, arahprogram bimbingan di perguruan tinggi agak berbeda dengan program dengan program yang ada di lembaga pendidikan yang lebih rendah (sekolah). Hal ini disebabkan karena adanya hal-hal yang speifik dalam perkembangan diri mahasiswa. Pola berfikirnya sudah lebih matang dan mereka berusaha mencurahkan segla tenaga dan pikirannya untuk memecahkan berbagai masalah (ekonomi), pekerjaan tuntutan akademik, masalah perkawinan.
Disamping itu, mahasiswa juga dituntut untuk menyesuaikan diri dengan pola kehidupan kampus dan di luar kampus. Pola kehidupan kampus lebih menekankan kepada asperk akademik, seperti cara belajar mandiri, cara mengatur waktu, menimbulkan motifasi belajar, memiliki program studi dan menjalani hubungan social. Masalah-masalah di luar kampus yang mungkin timbul adalah masalah biaya pendidikan, fasilitas belajar, tempat tinggal, makanan yang bergizi, dan sebagainya (Winkel, 1991).


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
ü  Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell (1981) program bimbingan dan konseling adalah suatu program yang memberikan layanan khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu dalam mengadakan penyesuaian diri.
ü  Menurut ‘ Winkel (1992)’ Kode etik jabatan ialah pola ketentuan/ aturan/ tata cata yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi.
ü  Dalam penyusunan program bimbingan perlu ditempuh langkah-langkah seperti dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) seperti berikut : (a) Tetap persiapan, (b) Pertemuan-pertemuan memulaan dengan para konselor yang telah ditujukan oleh pemimpin sekolah, (c) Pembentukan panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan, (d) Pembentukan panitia penyelenggara program, panitia ini bertugas mempersiapkan program tes, mempersiapkan dan melaksanakan system pencatatan, dan melatih para pelaksanaan kegiatan tersebut.
ü  Cole (1959) mengemukakan beberapa tugas perkembangan pada usia remaja (siswa SLTP) yaitu bertujuan untuk mencapai : (a) Kematangan emosional (b) Kemantapan minat terhadap lawan jenis (c) Kematangan social (d) Kebebasan diri dari kontrol orang tua (d) Kematangan intelektual (e) Kematangan dalam pemilihan pekerjaan (f) Efisien penggunakaan waktu luang (g) Kematangan dalam memahami filsafat hidup, dan (h) Kematangan dalam kemampuan mengidentifikasi diri.
ü  Variasi Program Bimbingan Menurutjenjang Pendidikan : (a) Pendidikan Taman Kanak-Kanak, (b) Program Bimbingan di Sekolah Dasar, (c) Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (d) Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (e) Program Bimbingan di Perguruan Tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar